Kamis, 02 Mei 2013

PENELITIAN TERHADAP FILM
NEGERI 5 MENARA
DENGAN METODE PENDEKATAN EKSPERIMENTAL
Dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Sastras














Disusun Oleh :
Imam Nur Kolis
NIS : 2011070026



UNIVERSITAS PAMULANG
JURUSAN SASTRA INDONESIA
SEMESTER II
2012







BAB I
PENDAHULUAN

A.     Pengantar

A.1. Latar Belakang
          Cerita Film “Negeri 5 Menara” merupakan film terbaru yang beredar di awal bulan Maret tahun 2012. Film “Negeri 5 Menara” mendapata tanggapan positif dari masyarakat dan menjadikanya film yang diminati banyak orang.
         Film “Negeri 5 Menara” merupakan film yang diadaptasi dari novel best seller dengan judul yang sama, yaitu “Negeri 5 Menara”. Novel tersebut juga berangkat dari kisah nyata yang ditulis dalam sebuah buku. novel pertama karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2009. Novel ini bercerita tentang kehidupan 6 santri dari 6 daerah yang berbeda menuntut ilmu di Pondok Madani (PM) Ponorogo Jawa Timur yang jauh dari rumah dan berhasil mewujudkan mimpi menggapai jendela dunia. Mereka adalah Alif Fikri Chaniago dari Maninjau, Raja Lubis dari Medan, Said Jufri dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, Baso Salahuddin dari Gowa. Mereka sekolah, belajar dan berasrama dari kelas 1 sampai kelas 6. Kian hari mereka semakin akrab dan memiliki kegemaran yang sama yaitu duduk dibawah menara pondok madani. Dari kegemaran yang sama mereka menyebut diri mereka sebagai Sahibul Menara.

A.2. Tentang Pengarang dan Sutradara
          Fuadi lahir di Nagari Bayur, sebuah kampung kecil di pinggir Danau Maninjau tahun 1972, tidak jauh dari kampung Buya Hamka. Ibunya guru SD, ayahnya guru madrasah. Lalu Fuadi merantau ke Jawa, mematuhi permintaan ibunya untuk masuk sekolah agama. Di Pondok Modern Gontor dia bertemu dengan kiyai dan ustad yang diberkahi keikhlasan mengajarkan ilmu hidup dan ilmu akhirat. Gontor pula yang membukakan hatinya kepada rumus sederhana tapi kuat, ”man jadda wajada”, siapa yang bersungguh sungguh akan sukses. Juga sebuah hukum baru: ilmu dan bahasa asing adalah anak kunci jendela-jendela dunia. Bermodalkan doa dan manjadda wajada, dia mengadu untung di UMPTN. Jendela baru langsung terbuka. Dia diterima di jurusan Hubungan Internasional, UNPAD.
        Film ini di sutradarai oleh Affandi Abdul Rachman, pria kelahiran Jakarta, 13 Desember 1979 yang pernah menuntut ilmu di Santa Monica College, Santa Monica, CA (Graphic Design, 2001 - 2002); New York Film Academy. Selain itu, Affandi Abdul Rachman adalah seorang sutradara muda lulusan Columbia College of Hollywood, Los Angeles, California. Disini tempat ke-dua baginya memfokuskan pada jurusan Directing & Cinematography. Film “Negeri Lima Menara” ini diagarapnya dengan kerjasama baik dengan pihak Million Pictures dan KG production.

B.     Fokus Penelitian
           Seperti yang telah tertulis diatas, penelitian ini di tujukan kepada sebuah hasil karya sastra yang berjudul “Negeri 5 Menara” yang menjadi sebuah karya sastra popular dan sering di bicarakan di berbagai macam media. Sasaran penelitian ini tidak hanya di fokuskan kepada kalangan tertentu, akan tetapai lebih diutamakn untuk semua jenis kalangan, dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan lebih mendalam dari para nara sumber tentang obyek yang diteliti.

B.1. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
-          Bagaimana tanggapan narasumber tentang sebuah karya sastra yang berjudul “Negeri 5 Menara”?
-          Hal-hal apa sajakah yang dapat di tangkap serta diserap oleh para narasumber dari sebuah karya sastra berjudul “Negeri 5 Menara”?

B.2. Tujuan Penelitian
            Penelitian tentang sebuah karya yang berjudul “Negeri 5 Menara” ini untuk mengembangkan pola fikir dari sebuah penonton maupun pembaca tentang apa yang dapat di tangkap oleh penonton tersebut dari sebuah karya sastra yang berjudul “Negeri 5 Menara”. Dengan metode mempertanyakan kepada pelaku sehingga dapat diperoleh gambaran tentang tanggapan serta informasi secara langsung dari nara sumber. Seperti telah diketahui bahwa penilaian serta tanggapan masing-masing orang terhadap sebuah karya sastra akan berbeda-beda, untuk itu diadakanya penelitian ini untuk mendapatkan informasi yang memadai untuk diambil sebuah kesimpulan tentang tanggapan terhadap sebuah karya sastra.

B.3. Manfaat Penelitian
            Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat perbedaan dari narasumber yang terdiri dari berbagai macam perbedaan kalangan serta latar belakang masing-masing, sehingga membentuk fariasi jawaban guna memperkaya hasil penelitian.

C.     Metode Penelitian
C.1. Teknik Pengumpulan Data
              Untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai perbedaan tanggapan pada karya sastra yang berjudul “Negeri 5 Menara”, maka penelitian ini dilakukan dengan cara membuat pertanyaan  kepada narasumber. Pengumpulan bahan keterangan mengenai tanggapan yang hendak dipelajari dengan menggunakan cara penelitian, dapat diselenggarakan oleh seorang peneliti saja dan kalau perlu, tanpa biaya apa pun (Bachtiar, dalam Koentjaraningrat, 1997:108). Peneliti juga menggunakan media internet untuk mendapatkan jurnal elektronik.


C.2. Metode Analisis Data
            Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pengolahan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan teknik mengambil sebuah kesimpulan dari jawabana narasumber. Untuk melakukan pengolahan data tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian eksperimental (Penelitian eksperimental dapat diartikan sebagai sebuah studi yang objektif, sistematis, dan terkontrol untuk memprediksi atau mengontrol fenomena. Penelitian eksperimen bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat (cause and effect relationship), dengan cara mengekspos satu atau lebih kelompok eksperimental dan satu atau lebih kondisi eksperimen. Hasilnya dibandingkan dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan (Danim, 2OO2) oleh Erna Febru Aries S  Februari 27, 2008,


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Analisis Karya Sastra “NEGERI 5 MENARA”
             Mengangkat kisah perjalanan enam orang santri dari enam daerah berbeda di Pesantren Madani, Ponorogo, Jawa Timur, fokus cerita ini berada di kehidupan santri bernama Alif. Cerita dibuka dengan berlariannya dua orang anak SMP yang riang gembira merayakan kelulusannya, menuju tepi danau, dengan suguhan latar belakang keindahan alam yang sederhana namun memikat. Salah satu anak itu (Alif) kemudian menemui dilema antara keinginannya bersekolah di Bandung dan pilihan ibunya yang menginginkan dia bersekolah di pesantren. Konflik batin diolah sutradara melalui dialog sang ayah, ibu dan Alif sendiri dalam bahasa Minang dan diikuti teks terjemahan bahasa Indonesia, atau melalui adegan-adegan visual yang bagus dan realistis. Kandungan lokal Minang pun menarik disuguhkan dalam bentuk transaksi jual beli dalam sarung khas Minang. Penggalan-penggalan pembuka ini kemudian beralih dengan halus ke dalam inti cerita melalui perjalanan Alif dan ayahnya ke Jawa untuk mendaftarkan diri di Pondok Pesantren. Di sini, kembali penonton disuguhi pemandangan-pemandangan alam yang khas Indonesia dan dalam satu sisi cukup memunculkan rasa bangga dengan alam sendiri.
           Di Pondok Pesantren inilah kisah sebenarnya mulai dibuka. Cerita mengalir lancar. Saat kedatangan calon siswa, berujian, kelulusan dan pengenalan lingkungan diungkapkan dengan jelas meski dengan intensitas cepat, termasuk dengan setting dan sudut pengambilan gambar Pesantren yang menarik. Ustadz Salman sebagai wali kelas datang untuk pertama kalinya. Beliau memotong kayu dengan usaha yang gigih di depan para siswa. Man Jadda Wajadda. “Ingat, bukanlah yang tajam. Siapa yang bersungguh-sungguh, dia lah yang berhasil”. Sebuah adegan yang sangat menarik dan bermakna sehingga kemudian menjadi moral keseluruhan cerita. Man Jadda wa jadda mewarnai persahabatan yang indah dan menyentuh enam orang yang lalu menjadi sahabat: Alif, Baso Salahudin, Atang, Said Jufri, Raja Lubis dan Dulmajid. Bagaimana persahabatan itu diikat oleh ikrar sahibul menara, tempat setia mereka berkumpul. Bagaimana mereka mencanangkan cita-citanya yang melingkupi lima menara di lima penjuru.
            Dalam cerita ini pulalah mata penonton dibuka terhadap kehidupan pesantren. Ada ketegasan disiplin dengan simbol lonceng “jaras” penanda batas terlambat dan tidak, dengan figure yang menghukum berdiri bersaf dan jewer telinga tetangga sebelahnya. Ada pertunjukan kreatifitas pondok berupa tantangan lomba pidato (lengkap dengan kreatifitas santri sahibul menara dalam mengatasi kegugupan Baso sebagai wakilnya). Dan ada juga kebebasan seni yang mungkin selama ini tidak terbayang akan muncul di dalam sebuah pesantren (asistensi maen gitar oleh Kyai Rais atau tari patah-patah di pentas lomba seni). Juga kenyataan-kenyataan keseharian sebuah pondok (’mati lampu kok jadi kebiasaan’, ‘memang benar ustadz di sini tidak digaji?’). Kenyataan-kenyataan sederhana yang menarik untuk dinikmati sekaligus memiliki dasar filosofi mendalam.
          Sahibul Menara. Atang, sebagai seorang dengan dialek Sunda yang kental, sudah cukup menjadi pemantik kelucuan itu karena ya lucu, tanpa bermaksud menghina sebuah suku. Juga seorang Baso yang paling agamis di antara enam sekawan itu, sering membuat tersenyum simpul saat dia berusaha menghindari menatap gadis-gadis di sekolah. Di beberapa segmen bahkan kelucuan-kelucuan itu justru memberikan sebuah makna yang cukup dalam. Contohnya adalah saat enam sekawan itu dihukum menjewer telinga kawan disebelahnya, Alif yang telinganya bebas merdeka dari jeweran sebab tangan temannya lepas, karena dia harus berbicara dengan ustadz yang lewat, dengan sadar menyuruh teman-temannya membentuk lingkaran sehingga semuanya tanpa kecuali termasuk dia mendapat jeweran teman sebelah. Sebuah kesadaran akan keadilan yang muncul dari diri sendiri.
            Rasanya tidaklah kita bisa bandingkan sebuah karya film dan karya tulis, karena masing-masingpun mempunyai kadar kebebasan imajinasinya masing-masing. Negeri 5 Menara. Tontonan beragam nuansa dan makna yang direkomendasikan untuk memberikan inspirasi dan semangat bagi generasi bangsa ini.

B.      Tanggapan Penikmat Sastra Negeri 5 Menara
         Berdasarkan informasi dan data dari para penikmat sastra (Nara sumbar) dari cerita “Negeri 5 Menara”, karya sastra tersebut merupakan karya sastra yang patut untuk diberi acungan jempol. Karya sastra tersebut dapat memberi warana serta inspirasi dan juga semangat bagi penikimat sastra tersebut. Mulai dari persahabatan, pengorbanan bahkan sampai keinginan yang di lakukan dengan sungguh-sungguh akan mendapatkana hasil yang maksimal.
          Perbedaan tingkat penalaran dan pemahaman serta cara tangkap penikmat sastra tersebut menjadikan penelitian semakin berfariasi warna dan penuh perbedaan. Tidak semua penikmat sastra tersebut dapat menceritakan apa yang dia serap dari sastra tersebut. Namun demikian perbedaan itu akan menjadikan sebuah penelitian membawa manfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca makalah ini.
          Negeri 5 menara merupakan sebuah karya sastra yang perlu di jadikan sebuah acuan dan semangat bagi seluruh generasi penerus bangsa ini. Begitu banyak hal yang yang bernilai mendidik yang dapat di ambil dari cerita ini. Dari beberapa narasumber, mereka beranggapan karya sastra ini mampu memberikan inspirasi serta dorongan untuk tidak berhenti sebelum nyawa lepas dari badan. Selama darah masih mengalir, jangan takut berhayal dan bermimpi. Mimpi itu yang kelak akan menjadi tujuan dari harapan yang akan mendorong kita untuk selalu berbuat dan berusaha. Ikhtiar dan berusaha yang tidak melupakan berdoa adalah satu kesatuan yang tidak bias di pisahkan.

C.    Harapan Penikmata Karya Sastra “Negeri 5 Menara
Penikmat karya sastra “Negeri 5 Menara” tidak sedikit yang berkeinginan untuk dapat menyaksikan aksi hebat mereka kembali (bagi yang menyaksikan di bioskop) dan tak bosan-bosan membaca (bagi yang menikmati dari media cetak). Ini merupakan gambaran bahwa karya sastra ini begitu membius dan memberi warna tersendiri bagi penikmatnya. Harapan terbesar mereka umumnya adalah agar karya-karya yang seperti ini tidak putus oleh waktu. Selain itu agar karya sastra sepereti ini dapat dinikmati oleh seluruh kalangan, hal ini dikarenakan yang dapat menikmati karya tersebut saat ini masih sangat terbatas.

D.    Saran dan Kritik dari Penikmat tentang Karya Sastra “Negeri 5 Menara”
Ada beberapa macam kritik serta saran dari para penikmat sastra tersebut. Yaitu diantaranya sebagai berikut :
1.      Cerita di bagian akhir (yang berbentuk film) mengantung atau kurang jelas titik akhirnya, sehingga masih menyisakan tanda tanya dari para penikmat.
2.      Cerita di bagian akhir tidak sama antara novel dengan filmnya.
3.      Pembuatan film dengan novel yang berjarak kurun waktu sekitar 2 tahunan.
4.      Akhir dalam cerita tersebut tidak di jelaskan profesi ke-enam sahabar tersebut sebagai apa, yang ada hanya informasi tentang kesuksesan.
5.      Jenjang pendidikan dari pesantren menuju kesuksesanya kurang rinci (perlu diperjelas lagi, agar lebih dapat menjadi inspirasi penonton)
Informasi tersebut berdasarkan jawaban dari para narasumber penelitian. Masih banyak lagi kalimat yang mereka ucapkan, namun tidak cukup untuk di tulis dalam lembar penelitian. Meski demikian akan coba saya uraikan dalam bentuk kalimat berikut;

-          mengapa disebut negeri 5 menara, sedangkan tokoh yang bermain dalam peran utama ada 6 orang? Hayooo…??? Saya juga masih bingung, mungkin karena saya belum pernah membaca novelnya. Tetapi, bukankah film ini setidaknya harus menjelaskan sedikit tentang asal muasal 5 menara dan bukannya 6 menara
-          Meskipun mereka belum menamatkan pendidikannya di pesantren, tiba-tiba sudah masuk ke ending ceritanya, dimana Alif telah berubah menjadi wartawan internasional. Nah loh, darimana ceritanya, sedangkan saat Alif masih menjabat sebagai reporter pesantren, tidak diperlihatkan hasil karya nyatanya dalam bidang menulis atau reporter. Menurut saya, sebaiknya tampilkanlah sedikit saja kehebatan Alif dalam menulis. Saya saja masih penasaran dengan hasil tulisan pertama Alif yang diserahkan ke ketua majalah Syam, kira-kira apa ya yang ditulis Alif?


-          Alif adalah tokoh utama dalam film ini, maka saya harus memfokuskan perhatian padanya. Namun, ternyata, gambaran karakter dari awal kemunculannya sama saja sampai akhir perjalanan Alif menempuh pendidikan. Mungkin karena Alif masih memendam keinginan untuk bersekolah di Bandung dan melanjutkan kuliah di ITB, dan meskipun saya masih merasakan kebingungan dengan tokoh Alif yang kurang menjiwai ini, tapi saya tetap harus selesai menontonnya.

Penjiwaan dari karakter yang dimainkan adalah faktor yang penting dalam sebuah film agar penonton tidak berada dalam zona keterharuan. Kualitas dari sebuah film bukan pada bintang tenarnya, bukan pada aktris atau aktornya, tapi pada alur cerita yang mampu membuat penonton tidak melupakannya bahkan akan terus menceritakannya. Bukan pula pada kritik atau pujian semata, tapi hikmah apa yang ditampilkan agar penonton dapat menikmati sekaligus tergugah dengan inti cerita dari film tersebut.


BAB III
PENUTUP

           Perbedaaan tingkat pendidikan serta wawasan merupakan persoalan mendasar dari sebuah perbedaan tanggapan terhadap sebuah karya sastra, sehingga perlulah diadakan sebuah penelitian untuk mendapatkan sebuah kesimpulan serta gambaran yang akurat dari sebuah karya sastra. Di buatnya laporan penelitian ini merupakan sebuah tindak lanjut dari permasalahan yang di bahas dalam pokok permasalahan yang sedang dibahas tentang sebuah karya sastra, yang di buat menggunakan metode penelitian eksperimental.
Setiap pribadi memiliki sebuah hak untuk member tanggapan dari pemikiran masing-masing dalam menanggapi serta menerima makna dari sebuah karya sastra. Apapun itu kehadiran sebuah karya sastra diharapkan dapat menjadi sebuah gambaran serta inspirasi bagi penikmat sastra itu sendiri selain hanya sebagai hiburan yang hanya dapat dinikmati.
            Kehadiran sebuah karya sastra akan dapat dianggap sebagai karya sastra yang sukses apabila mendapat kritik serta saran sebagai imbal balik dari penikmat karya sastra itu sendiri. Kritik serta saran itu sendiri dapat berupa kalimat pedas yang bersifat untuk membuat sebuah karya lebih lengkap dan lebih sempurna. Selain itu juga dapat berbentuk kalimat dukungan, semangat, bahkan pujian dari sebuah hasil karya sastra.
Dibuatlah makalah ini dengan harapan dapat memberikan ilmu serta manfaat dari perbedaan para penikmat sebuah karya sastra. Pada akhirnya perbedaan itu akan menjadi sebuah sumber informasi yang kaya akan ilmu pengetahuan. Demikian pula adanya, penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini, dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar